Kenali Jenis-jenis Hepatitis - Penyakit Kuning yang Perlu Diwaspadai
29 July 2021
Halo Sahabat Permata!
Pernah mendengar hepatitis? Hepatitis sering dikenal sebagai penyakit kuning karena salah satu tandanya adalah perubahan warna kulit / bagian putih mata menjadi kekuningan. Sebenarnya, hepatitis adalah kondisi peradangan sel-sel hati (liver) yang dapat disebabkan oleh infeksi maupun penyakit non-infeksi. Lalu apa saja ya macam-macam hepatitis berdasarkan penyebabnya tersebut? Bagaimana mencegahnya? Yuk simak selengkapnya!
Apa itu hepatitis?
Istilah hepatitis sebenarnya merujuk pada semua jenis peradangan sel-sel hati (liver). Peradangan hati dapat disebabkan oleh:
- Infeksi, yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, maupun parasit
- Non-infeksi, yang dapat disebabkan oleh obat-obatan, konsumsi alkohol berlebih, atau penyakit autoimun
Meski terdapat banyak penyebab hepatitis, namun kebanyakan hepatitis disebabkan oleh infeksi virus, yang kemudian dibagi menjadi 5 berdasarkan virus penyebabnya yaitu hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, dan hepatitis E. Dari kelima virus tersebut, yang paling sering menginfeksi manusia adalah jenis hepatitis A, B, dan C.
Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, baik di Indonesia maupun dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), diperkirakan terdapat 28 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi hepatitis B dan C, dengan 14 juta di antaranya berpotensi menjadi kronis. Dari 14 juta orang tersebut, 1,4 juta di antaranya berpotensi menderita kanker hati. Sementara di dunia, menurut World Health Organization (WHO), sebanyak 354 juta orang di dunia mengalami hepatitis B dan C. Masing-masing jenis virus hepatitis memiliki sifat yang berbeda mulai dari cara penularannya, berat penyakit yang ditimbulkan, dan pencegahannya. Yuk kita bahas satu-satu!
Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). Hepatitis A ditularkan secara fecal-oral (makanan atau minuman yang terkontaminasi kotoran/tinja pasien hepatitis A). Hepatitis A bersifat ringan, akut (terjadi secara singkat, <6 bulan) dan dapat sembuh spontan tanpa gejala sisa, namun dapat menjadi kejadian luar biasa atau penyakit endemik di suatu daerah. Hepatitis A dapat dicegah dengan menjaga pola hidup bersih & sehat, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, makan & minum dengan bersih dan matang, serta imunisasi hepatitis A.
Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Berbeda dari hepatitis A, hepatitis B menular melalui kontak dengan cairan tubuh pasien penderita hepatitis B, baik melalui plasenta (dari ibu ke anak), transfusi darah dari penderita hepatitis B, jarum suntik tercemar, transplantasi organ, penggunaan pisau cukur bersama, tatto, dan hubungan seksual. Hepatitis B dapat bersifat akut (<6 bulan) dengan gejala, atau berkembang menjadi kronik (>6 bulan), menyebabkan kerusakan hati (sirosis hati) hingga kanker hati. Pencegahan hepatitis B adalah dengan melakukan imunisasi hepatitis B dan menghindari tindakan berisiko (penggunaan jarum suntik tercemar, transplantasi organ, penggunaan pisau cukur bersama, tatto, dan hubungan seksual yang tidak aman)
Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Sama seperti hepatitis B, hepatitis C juga menular melalui cairan tubuh seperti darah (transfusi darah, jarum suntik, transplantasi organ). Penularan melalui hubungan seks atau dari ibu ke anak saat kehamilan (melalui plasenta) juga dapat terjadi meski kemungkinannya lebih kecil. Kebanyakan pasien hepatitis C tidak menunjukkan gejala, namun 80% pasien mengalami hepatitis kronik (>6 bulan) di kemudian hari. Pencegahan hepatitis C dilakukan dengan menghindari tindakan berisiko (penggunaan jarum suntik tercemar, transplantasi organ, penggunaan pisau cukur bersama, tatto, dan hubungan seksual yang tidak aman)
Hepatitis D
Hepatitis D disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV), namun memerlukan virus hepatitis B untuk dapat berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang telah terinfeksi virus hepatitis B juga. Meski virus ini berbahaya, virus ini sangat jarang ditemukan. Karena hepatitis D hanya dapat terjadi bila seseorang telah terinfeksi hepatitis B, maka pencegahannya adalah dengan mencegah hepatitis B yaitu melalui imunisasi hepatits B.
Hepatitis E
Hepatitis E disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV). Hepatitis E menular dengan cara yang sama dengan hepatitis A (dari makanan yang terkontaminasi tinja pasien hepatitis E), namun sangat jarang ditemukan. Sama seperti hepatitis A juga, hepatitis E berisiko menular pada kondisi sanitasi buruk sehingga dapat dicegah dengan menjaga pola hidup bersih & sehat, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, makan & minum dengan bersih dan matang.
Selain hepatitis virus, hepatitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non infeksi yaitu
- Hepatitis alkoholik, yaitu peradangan hati yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang terlalu banyak
- Hepatitis imbas obat (drug induced hepatitis) yang disebabkan oleh penggunaan obat-obat yang melebihi dosis dan paparan racun
- Hepatitis akibat autoimun, yaitu hepatitis yang disebabkan oleh gangguan sistem kekebalan tubuh, dimana sistem kekebalan tubuh keliru mendeteksi sel hati sebagai sel asing dan menyerangnya sehingga menyebabkan kerusakan sel hati
Gejala Hepatitis
Gejala hepatitis dapat berbeda tergantung penyebabnya. Seseorang mungkin mengalami hepatitis tanpa gejala sama sekali atau dengan gejala ringan yang tidak spesifik, seperti:
- Demam
- Mual & muntah
- Penurunan nafsu makan
- Kelelahan
- Nyeri sendi
Pasien juga mungkin mengalami gejala yang lebih spesifik yaitu nyeri pada perut kanan atas, perubahan warna kulit dan bagian putih mata menjadi kekuningan dan warna air kencing menjadi kuning tua seperti teh.
Hepatitis A umumnya akan menunjukkan gejala akut (<6 bulan) dan dapat sembuh dengan sendirinya. Adapun hepatitis B dan C dapat bersifat akut (memunculkan gejala <6 bulan), namun kebanyakan tidak menunjukkan gejala dan berkembang menjadi kronik (>6 bulan) di kemudian hari.
Penanganan Hepatitis
Karena gejala dan penyebab hepatitis berbeda, makan pencegahan dan penanganannya berbeda pula. Hepatitis A bersifat self limiting (dapat sembuh sendiri) sehingga penanganan bersifat simtomatik (hanya meredakan gejala dan mengoptimalkan asupan nutrisi), sementara pada hepatitis B dan C dibutuhkan antivirus tertentu dan obat untuk menurunkan peradangan. Bila telah terjadi kerusakan yang lebih parah, misalnya, sirosis hati atau kanker hati, maka mungkin diperlukan transplantasi hati (untuk sirosis) atau terapi kanker seperti radioterapi, imunoterapi, kemoterapi.
Sumber:
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
- Kementerian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; September 2021.
- Mehta P, Reddivari AKR. Hepatitis. [Updated 2021 Jan 16]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554549/
Editor:
dr. Nayla Karima
Pembuluh Otak Pecah atau Pembuluh Otak Tersumbat: Kenali Gejala dan Tanda Stroke untuk SeGeRa Ke RS!
03 November 2024
Stroke adalah kondisi medis yang terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu, yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan otak. Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Read morePusing Berputar atau Vertigo : Kenali Gejala, Penyebab dan Pengobatan
02 November 2024
Vertigo adalah sensasi pusing atau perasaan seolah-olah lingkungan di sekitar bergerak atau berputar. Ini adalah gejala umum yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk masalah di telinga bagian dalam, sistem saraf, atau masalah vestibular.
Read moreRahang Tidak Sejajar atau Rahang Tidak Rapat? Pahami apa itu Maloklusi!
27 October 2024
Maloklusi adalah ketidakteraturan posisi gigi dan hubungan antara rahang atas dan bawah. Istilah ini berasal dari bahasa Latin "mal" yang berarti buruk, dan "oclusio" yang berarti penggigit. Maloklusi dapat memengaruhi fungsi pengunyahan, bicara, dan estetika wajah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk genetik, kebiasaan buruk pada masa kanak-kanak, dan cedera.
Read more